Perlindungan PPPK

Ini adalah dokumen versi lama!


Perlindungan PPPK

Dasar Hukum

  1. UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
  2. PP No. 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara
  3. PP No. 66 tahun 2017 tentang Perubahan Atas PP No.70 Tahun 2015 Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara
  4. PerPres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan
  5. PerPres No. 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas PerPres No. 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan
  6. PerPres No. 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas PerPres No. 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan
  7. PP No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
  8. PerBKN No. 4 Tahun 2020 tentang Pedoman Kriteria Penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja, Serta Kriteria Penetapan Tewas Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara

Definisi

Perlindungan merupakan hak yang diperoleh seorang Aparatur Sipil Negara yang diamanatkan oleh UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dimana baik PNS maupun PPPK berhak untuk memperoleh perlindungan. Terdapat perbedaan pada bentuk perlindungan yang diberikan kepada PPPK, yaitu meliputi :

  1. Jaminan Hari Tua;
  2. Jaminan Kesehatan;
  3. Jaminan kecelakaan kerja;
  4. Jaminan kematian; dan
  5. Bantuan hukum

1. Jaminan Hari Tua

Menurut PP no 49 tahun 2018 tentang Manajemen PPPK pasal 75 menyebutkan bahwa Perlindungan berupa jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian dilaksanakan sesuai dengan sistem jaminan sosial nasional.

Jaminan Hari Tua untuk PPPK didasarkan pada program yang diselenggarakan oleh PT Taspen yaitu Tabungan Hari Tua (THT). Ketentuan mengenai Tabungan Hari Tua untuk PPPK adalah sebagai berikut:

Besar iuran THT adalah 3,25 % x Penghasilan sebulan (Gaji Pokok + Tunjangan keluarga). Hak atas tabungan hari tua hanya bersifat satu kali dan diberikan pada saat peserta berhenti sebagai PPPK karena pensiun, meninggal dunia, mengundurkan diri dan selesainya kontrak kerja atau perjanjian kerja. Dalam hal berakhirnya perjanjian kerja sebelum PPPK mencapai usia pensiun atau mengundurkan diri, akumulasi iuran THT selama PPPK bekerja akan dibayarkan oleh PT. Taspen tanpa perlu menunggu untuk mencapai usia pensiun.

Yang berhak mendapat tabungan hari tua ialah : peserta dalam hal yang bersangkutan berhenti dengan hak pensiun atau berhenti sebelum saat pensiun; istri/suami, anak atau ahli waris peserta yang sah dalam hal peserta meninggal dunia.

2. Jaminan Kesehatan

Jaminan berupa perlindungan kesehatan agar Peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar Iuran Jaminan Kesehatan atau Iuran Jaminan Kesehatannya dibayar oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Dalam hal ini, diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).

A. Kepesertaan Jaminan Kesehatan dan Cakupannya

ASN dalam hal ini masuk dalam kategori PPU atau pekerja penerima upah. Jaminan Kesehatan bagi ASN, selain mencakup dirinya sendiri, juga mencakup: Anggota keluarga dari Peserta PPU meliputi istri/ suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, paling banyak 4 (empat) orang. Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun bagi yang masih menempuh pendidikan formal.

B. Iuran Jaminan Kesehatan

Sebagaimana diatur dalam Pasal 29 pada PP No 82 Tahun 2018 tentang jaminan kesehatan, pembayaran iuran dibebankan pada pemberi kerja dan pekerja penerima upah dengan ketentuan sebagai berikut: Kewajiban Pemberi Kerja dalam membayar Iuran dilaksanakan oleh: Pemerintah Pusat untuk Iuran bagi Pejabat Negara, PNS pusat, Prajurit, Anggota Polri, dan Pekerja/ pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h instansi pusat. Pemerintah Daerah untuk Iuran bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, PNS daerah, kepala desa dan perangkat desa, dan Pekerja/pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h instansi daerah. Pekerja Penerima Upah yang selanjutnya disingkat PPU adalah setiap orang yang bekerja pada Pemberi Kerja dengan menerima Gaji atau Upah. Dan tertuang pada Peraturan Presiden No. 64 tahun 2020 sebagai berikut: Iuran bagi Peserta PPU yaitu sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan sebagai berikut: 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta. Iuran bagi Peserta PPU dibayarkan secara langsung oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan. Dalam hal Pemberi Kerja merupakan penyelenggara negara, iuran bagi Peserta PPU dibayarkan secara langsung oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan melalui kas negara kecuali bagi kepala desa dan perangkat desa.

C. Pelayanan Kesehatan

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup:

  • administrasi pelayanan;
  • pelayanan promotif dan preventif;
  • pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
  • tindakan medis non-spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
  • pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;
  • pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan
  • rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis;

2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan yang mencakup:

  • administrasi pelayanan;
  • pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis dasar;
  • pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik;
  • tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis;
  • pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;
  • pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;

Jaminan Kecelakaan Kerja

Jaminan kecelakaan kerja yang selanjutnya disingkat JKK adalah perlindungan atas resiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berupa perawatan, santunan, dan tunjangan cacat.

A. Definisi Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi:

  1. Dalam menjalankan tugas kewajiban;
  2. Dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kecelakaan itu disamakan dengan kecelakaan yang terjadi dalam menjalankan tugas dan kewajibannya;
  3. Karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab ataupun sebagai akibat Tindakan terhadap anasir itu dalam melaksanakan tugas;
  4. Dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya;
  5. Yang menyebabkan Penyakit Akibat Kerja.

B. Kepesertaan JKK

Peserta JKK terdiri atas:

  1. Calon PNS
  2. PPPK

Kepesertaan bagi jenis peserta JKK di atas dimulai terhitung sejak tanggal pengangkatan dan gajinya dibayarkan.

C. Manfaat JKK

1. Perawatan

Perawatan yang diberikan sesuai kebutuhan medis dan diberikan sampai dengan sembuh, yang meliputi: Pemeriksaan dasar dan penunjang; Perawatan tingkat pertama dan lanjutan; Rawat inap kelas 1 rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta yang setara; Perawatan intensif; Penunjang diagnostik; Pengobatan; Pelayanan khusus; Alat Kesehatan dan implant; Jasa dokter/medis; Operasi; Tranfusi darah; dan/atau Rehabilitasi medik Sebagai tambahan, pada pasal 12 pada PP Nomor 70 tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi pegawai Aparatur Sipil Negara menjelaskan:

  • Peserta yang didiagnosis menderita Penyakit Akibat Kerja berdasarkan surat keterangan dokter berhak atas manfaat JKK meskipun telah diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun atau diputus hubungan perjanjian kerja dengan hormat sebagai PPPK.
  • Hak atas manfaat JKK sebagaimana dimaksud diatas diberikan apabila Penyakit Akibat Kerja timbul dalam jangka waktu paling lama 5 (lima tahun) terhitung sejak tanggal diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun atau diputus hubungan perjanjian kerja dengan hormat sebagai PPPK.

2. Santunan

a. Penggantian biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah sakit dan/atau ke rumah peserta, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan.

  • Darat atau sungai atau danau diberikan paling besar Rp1.300.000,00 (satu juta tiga ratus ribu rupiah);
  • Laut diberikan paling besar Rp1.950.000,00 (satu juta sembilan ratus lima puluh ribu rupiah);
  • Udara diberikan paling besar Rp3.250.000,00 (tiga juta dua ratus lima puluh ribu rupiah); atau
  • Apabila menggunakan lebih dari satu angkutan, maka diberikan biaya yang paling besar dari masing-masing angkutan yang digunakan.

b. Santunan sementara akibat kecelakaan kerja diberikan sejumlah 100% x Gaji terakhir, diberikan setiap bulan sampai dengan dinyatakan mampu bekerja kembali. c. Santunan cacat

  • Santunan cacat sebagian anatomis dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) sebesar = % sesuai Tabel x 80 x Gaji terakhir.
  • Santunan cacat sebagian fungsi dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) sebesar = penurunan fungsi x % sesuai Tabel x 80 x Gaji terakhir.
  • Santunan cacat total tetap dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya santunan adalah:
  • Santunan sekaligus sebesar = 70% x 80 x Gaji terakhir;
  • Santunan berkala sebesar = Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per bulan selama 24 (dua puluh empat) bulan.

d. Pengganti biaya rehabilitasi berupa alat bantu atau alat ganti

  • pembelian alat bantu (orthose) dan/atau alat pengganti (prothese) satu kali untuk setiap kasus dengan standar harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit Umum Pemerintah dan ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut;
  • biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp2.600.000,00 (dua juta enam ratus ribu rupiah).

e. Penggantian biaya gigi tiruan dengan nominal paling banyak sebesar Rp3.900.000,00 (tiga juta sembilan ratus ribu rupiah) untuk setiap kasus.

3. Tunjangan Cacat

Tunjangan cacat diberikan kepada peserta atau dalam hal ini ASN dengan ketentuan:

  • mengalami Cacat
  • diberhentikan dengan hormat sebagai PNS atau diputus hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK karena Cacat.

Besaran tunjangan cacat diberikan berdasarkan persentase tertentu dari Gaji atas berkurangnya atau hilangnya fungsi organ tubuh. Tunjangan cacat diberikan sejak keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai PNS atau pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK karena Cacat sampai dengan Peserta meninggal dunia. Tunjangan cacat diberikan berdasarkan persentase tertentu dari gaji atas berkurangnya atau hilangnya fungsi organ tubuh. Diberikan setiap bulan dengan ketentuan:

Persentase Gaji Cacat Tubuh
70% dari Gaji Terakhir Penglihatan kedua belah mata
Pendengaran pada kedua belah telinga
Kedua belah kaki dari pangkal paha atau dari lutut ke bawah
50% dari gaji terakhir Lengan dari sendi bahu ke bawah
Kedua belah kaki dari mata kaki ke bawah
40% dari gaji terakhir Lengan dari atas siku ke bawah
Sebelah kaki dari pangkal paha
30% dari gaji terakhir Penglihatan dari sebelah mata
Pendengaran dari sebelah telinga
Tangan dari atas atau dari pergelangan ke bawah
Sebelah kaki dari mata kaki ke bawah
30% sampai 70% dari gaji terakhir Menurut tingkat kecelakaan yang atas pertimbangan tim penguji kesehatan

Dalam hal terjadi beberapa Cacat, besarnya tunjangan cacat ditetapkan dengan menjumlahkan persentase dari tiap cacat dengan ketentuan paling tinggi 100% dari gaji terakhir.

4. Iuran JKK

  • Ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 0,24% dari gaji peserta setiap bulan.
  • Bagi peserta yang gajinya dibayar melalui APBN dibebankan pada APBN
  • Bagi Peserta yang gajinya dibayar melalui APBD dibebankan pada APBD

5. Pelaporan Kecelakaan Kerja

  • Paling lambat 3×24 jam terhitung sejak kejadian
  • Diajukan pada pengelola program (PT. Taspen)
  • Pelaporan melewati batas waktu ditentukan maka manfaat JKK yang berupa perawatan dapat diberikan setelah mendapat persetujuan pengelola program

6. Pengajuan Pembayaran Klaim Manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja

  • Dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal kecelakaan kerja terjadi.
  • Pengajuan pembayaran klaim melewati batas waktu maka tidak mendapat manfaat JKK tetapi masih dapat diproses penetapan Tewas dan Kenaikan Pangkat anumertanya sepanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

7. Persyaratan Penetapan Kecelakaan Kerja

  • Keputusan pengangkatan pertama sebagai CPNS/PNS atau keputusan pengangkatan sebagai PPPK;
  • Uraian tugas jabatan yang disetujui oleh pimpinan tertinggi unit kerja yang bersangkutan;
  • Surat perintah tugas bagi pegawai ASN yang mengalami kecelakaan kerja di luar wilayah kerja/lingkungan kantor;
  • Surat keterangan Dokter/Rekam Medik Dokter/Dokter Penguji Tersendiri yang menerangkan secara detail penyakit dan penyebab bagi pegawai ASN yang mengalami kecelakaan kerja;
  • Berita Acara Kepolisian atau Laporan Polisi yang menerangkan secara rinci tentang waktu kejadian kecelakaan, para pihak, kronologis kejadian kecelakaan, serta kesimpulan sementara kecelakaan khusus bagi Pegawai ASN yang mengalami kecelakaan kerja lalu lintas, karena penganiayaan, atau anasir yang tidak bertanggung jawab;
  • Laporan kronologis yang menerangkan secara rinci tentang kejadian kecelakaan kerja dibuat oleh atasan/pimpinan unit kerja paling rendah pejabat Pengawas; dan
  • Persyaratan lain yang diatur dalam peraturan Pengelola Program.

8. Persyaratan Penetapan Cacat

  • Keputusan pengangkatan sebagai CPNS/PNS atau keputusan pengangkatan sebagai PPPK;
  • Surat perintah tugas bagi pegawai ASN yang mengalami Cacat karena kecelakaan kerja di luar wilayah kerja/lingkungan kantor
  • Surat keterangan/rekomendasi dari tim penguji kesehatan bagi pegawai ASN yang mengalami Cacat/Cacat total tetap karena kecelakaan kerja;
  • Laporan kronologis yang menerangkan secara rinci tentang kejadian kecelakaan kerja yang menyebabkan Cacat dibuat oleh atasan/pimpinan unit kerja paling rendah pejabat Pengawas; dan
  • Persyaratan lain yang diatur oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara atau Pengelola Program baik sendiri- sendiri maupun bersama-sama menurut bidang tugasnya masing-masing.

9. Persyaratan penetapan Penyakit Akibat Kerja

  • Keputusan pengangkatan sebagai CPNS/PNS, keputusan pengangkatan sebagai PPPK, keputusan pemberhentian sebagai PNS atau pemutusan hubungan kerja dengan hormat bagi PPPK;
  • Surat Keterangan dokter/dokter spesialis yang berkompeten di bidang kesehatan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi pegawai ASN yang mengalami Penyakit Akibat kerja;
  • Laporan kronologis yang menerangkan secara rinci tentang kejadian kecelakaan kerja yang menyebabkan Penyakit Akibat Kerja dibuat oleh atasan/pimpinan unit kerja paling rendah pejabat Pengawas; dan
  • Persyaratan lain yang diatur oleh Pengelola Program.

Jaminan Kematian

Jaminan Kematian yang selanjutnya disingkat JKM adalah perlindungan atas risiko kematian bukan akibat kecelakaan kerja berupa santunan kematian. Peserta JKK dan JKM terdiri atas:

  1. Calon PNS
  2. PPPK

Kepesertaan untuk peserta dimulai sejak tanggal pengangkatan dan gajinya dibayarkan

A. Berakhirnya Kepesertaan JKM

Kepersertaan dalam JKM berakhir apabila peserta: diberhentikan sebagai PNS, atau diputus hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK

B. Manfaat JKM

1. santunan sekaligus;

Kepada ahli waris peserta yang wafat sebesar Rp. 15.000.000,00 yang dibayarkan 1 kali.

2. uang duka wafat

Diberikan kepada ahli waris Peserta yang wafat sebesar 3 kali Gaji terakhir yang dibayarkan 1 kali

3. biaya pemakaman;

Diberikan kepada ahli waris Peserta yang wafat sebagai pengganti biaya yang meliputi:

  • peti jenazah dan perlengkapannya;
  • tanah pemakaman dan biaya di tempat pemakaman
  • Besaran biaya pemakaman diberikan oleh pengelola program sebesar Rp. 7.500.000,00

4. bantuan beasiswa

diberikan secara sekaligus sebesar Rp. 15.000.000 yang dibayarkan 1 kali kepada 1 anak ASN yang wafat dengan ketentuan:

  • masih sekolah atau kuliah
  • berusia paling tinggi 25 tahun
  • belum pernah menikah
  • belum bekerja

bantuan beasiswa diberikan setelah kepesertaan mencapai paling sedikit 3 tahun.

5. santunan kematian diberikan kepada ahli waris dari peserta yang wafat.

Ketentuan Pemberian santunan sekaligus dan uang duka wafat kepada ahli waris

  • peserta yang wafat dan meninggalkan istri yang sah atau suami yang sah, ahli waris yang menerima adalah istri yang sah atau suami yang sah dari peserta
  • peserta yang wafat dan tidak meninggalkan istri yang sah atau suami yang sah, ahli waris yang menerima adalah Anak
  • peserta yang wafat dan tidak meninggalkan istri sah, suami yang sah, atau anak, ahli waris yang menerima adalah Orang Tua

6. santunan Biaya Pemakaman diberikan kepada ahli waris dari peserta yang wafat.

Ketentuan Pemberian Biaya Pemakaman Kepada Ahli Waris

  • Peserta yang wafat dan meninggalkan istri yang sah atau suami yang sah, ahli waris yang menerima adalah istri yang sah atau suami yang sah dari peserta
  • peserta yang wafat dan tidak meninggalkan istri yang sah atau suami yang sah, ahli waris yang menerima adalah Anak
  • peserta yang wafat dan tidak meninggalkan istri sah, suami yang sah, atau anak, ahli waris yang menerima adalah Orang Tua
  • peserta yang wafat tidak meninggalkan istri yang sah, suami yang sah, anak, atau orang tua, ahli waris yang menerima adalah ahli waris lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7. Pembayaran Iuran

  1. Iuran JKM ditanggung oleh Pemberi Kerja.
  2. Besaran iuran JKM sebesar 0,72% dari gaji peserta setiap bulan. ( PP Nomor 66 Tahun 2017)
  3. Pemberi kerja melakukan pembayaran iuran kepada pengelola program paling lambat tanggal 10
  4. Dalam hal tanggal 10 jatuh pada hari libur, pembayaran iuran dilakukan pada hari kerja berikutnya

8. Pengajuan Klaim

  1. Peserta atau ahli waris mengajukan permohonan pembayaran klaim manfaat JKK atau JKM kepada pengelola Program
  2. Pengelola Program membayar menfaat JKK atau JKM paling lama 1 hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap dan benar
  3. Tata cara pengajuan permohonan pembayaran klai manfaat dan pembayaran manfaat diatur dalam peraturan pengelola program setelah berkoordinasi dengan instansi terkait
  4. Pengajuan pembayaran klaim manfaat JKK oleh peserta atau ahli waris kepada pengelola program dilakukan paling lambat 2 tahun terhitung sejak tanggal kecelakaan kerja terjadi.

5. Bantuan Hukum

Bantuan hukum adalah perlindungan yang berupa pemberian bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya. Untuk memberikan perlindungan, pendampingan dan bantuan hukum kepada ASN maka dapat dibentuk Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) di suatu instansi pemerintah.

Lingkup Pemberian Bantuan Hukum

A. Bantuan Hukum yang Mengarah pada Proses Peradilan

PNS yang diminta untuk memberikan keterangan atau kesaksian dalam proses penyelidikan atau penyidikan dapat memperoleh Bantuan Hukum sepanjangan terkait dengan pelaksanaan tugas kedinasan, sebagai berikut:

  1. Konsultasi Hukum: yang terkait dengan materi tindak pidana
  2. Pendampingan: sebagai pemberi keterangan atau saksi di hadapan penyidik/penyelidik
  3. Koordinasi: dengan unit kerja atau instansi terkait dalam menyiapkan materi untuk kepentingan pemberian keterangan/kesaksian

B. Bantuan Hukum yang sedang dalam Proses Peradilan

1. Perkara Pidana: penyelesaian perkara Praperadilan Diberikan kepada PNS yang mengajukan permohonan praperadilan. Bentuk Bantuan Hukum tersebut meliputi:

  • Konsultasi hukum dan pertimbangan hukum
  • Koordinasi dengan unit kerja dan/atau instansi terkait dalam penyiapan administrasi perkara yang sedang ditangani.

2. Perkara Perdata Diberikan kepada PNS terkait dengan akibat pelaksanaan tugas kedinasan. Bentuk Bantuan Hukum meliputi:

  • Konsultasi hukum dan pertimbangan hukum
  • Koordinasi dengan unit kerja dan/atau instansi terkait dalam penyiapan administrasi perkara yang ditangani
  • Penyiapan dokumen terkait sebagai bahan bukti pemeriksaan di Pengadilan
  • Penyiapan kuasa khusus dan surat tugas
  • Penyiapan jawaban mediasi, jawaban gugatan, duplik, bukti, penyiapan saksi atau ahli, serta kesimpulan.
  • Pengajuan upaya hukum yang tersedia sesuai peraturan perundang-undangan.

3. Perkara Tata Usaha Negara Diberikan kepada PNS terkait dengan akibat pelaksanaan tugas kedinasan. Bentuk Bantuan Hukum meliputi: Konsultasi hukum dan pertimbangan hukum Koordinasi dengan unit kerja dan/atau instansi terkait dalam penyiapan administrasi perkara yang ditangani Penyiapan dokumen terkait sebagai bahan bukti pemeriksaan di pengadilan Penyiapan kuasa khusus dan surat perintah/tugas Penyiapan jawaban mediasi, jawaban gugatan, duplik, bukti, penyiapan saksi atau ahli, serta kesimpulan Pengajuan upaya hukum yang tersedia sesuai peraturan perundangan-undangan 4. Penyelesaian Permohonan Uji Materiil Diberikan kepada Pejabat terkait apabila terdapat permohonan uji materiil di Mahkamah Agung terhadap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pejabat terkait tersebut. Bentuk Bantuan Hukum meliputi: Penyiapan jawaban terhadap permohonan uji materiil Koordinasi dengan unit kerja terkait

C. Bantuan Hukum setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan Hukum Tetap

  1. Diberikan dalam hal pelaksanaan keputusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap.
  2. Diberikan pula dalam hal terdapat putusan pengadilan pada perkara tata usaha negara dan perkara perdata yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) tetapi tidak bisa dilaksanakan oleh instansi yang bersangkutan.

D. Pendampingan

  1. Koordinasi dengan Kepolisian/Kejaksaan/Komisi Pemberantasan Korupsi/Pengadilan untuk mencari informasi tentang duduk perkaranya sehingga dapat mempersiapkan dokumen yang diperlukan dan melakukan penjadwalan ulang apabila diperlukan.
  2. Mempersiapkan kartu identitas diri, kronologi permasalahan sebagai bahan terkait dengan materi pemeriksaan, dokumen, bukti, dan peraturan perundangan-undangan, serta Surat Tugas/ Surat Perintah.
/var/www/html/kms/data/attic/ensiklopedia/perlindungan_pppk.1680675523.txt.gz · Terakhir diubah: 2023/04/05 06:18 oleh sena