Majalah X-MEDIA edisi XXI-2024

Kembali

Laporan Khusus
Cerita dari Jendela Disabilitas: Melihat Lebih Dekat, Menuju Inklusi Publik yang Lebih Hebat

“It always seems impossible until it’s done.”

Nelson Mandela

Pagi itu anak-anak tampak berlarian. Riuh rendah keriangan mereka pemandangan biasa di tempat ini. Beberapa orang tua siswa duduk mengobrol di pijakan dekat halaman sekolah dengan ransel bergambar robot dan bunga merah jambu di pundak. Wajah mereka semringah, namun tak ada yang spesial. Hanya sesama orang dewasa biasa yang berbagi informasi diskon buah di supermarket terdekat, dan diskusi tentang ekstrakurikuler megambel yang akan dilakukan siswa kelas 7 di hari Jumat.

Saya menapaki anak tangga di utara halaman sekolah dengan langkah kecil. Tampak sekilas papan nama berukuran besar, menggantung dengan gagah menyambut siswa dan guru setiap pagi menjelang, bertuliskan “Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Klungkung”. Masuk ke dalam sebuah ruangan sederhana dengan ornamen aneka warna di dinding, mata saya berserobok langsung mengenali sosok istimewa yang akan saya temui hari ini. Senyum khasnya mengembang saat saya sapa, “Pagi Pak Guru, bagaimana kabarnya?”.

Akrab disapa Santika, pria penyandang disabilitas sensorik netra ini resmi mengajar sebagai ASN Guru Ahli Pertama di SLBN 1 Klungkung sejak tahun 2020. Ia adalah salah satu jebolan seleksi CPNS formasi disabilitas dengan metode CAT di tahun 2019. Setelah dua kali mencoba, berhasil lulus dan bergabung menjadi abdi negara di sekolah ini. Kali ini, bersama dengan beberapa sosok menarik lain dari SLBN 2 Denpasar dan BKPSDM Kabupaten Malaka, Santika akan berbagi cerita. Bukan saja tentang keseharian, tapi juga tentang tantangan, harapan, dan pengalaman sebagai pelayan publik yang menjalankan tugas tanpa kecuali meski kadang akses tak memadai.

I Gede Santika Yasa (SLBN 1 Klungkung)

Sebuah gambar berisi orang, Wajah manusia, pakaian, senyum Deskripsi dibuat secara otomatis

Mengapa memilih menjadi Guru?

“Sebagai penyandang disabilitas sensorik netra total, dahulu sekolah membekali saya dan siswa lain berbagai keterampilan untuk bisa survive saat dewasa nanti, seperti massage dan bermusik. Namun saya tahu bahwa lebih dari sebuah keterampilan, kita juga butuh akses terhadap pendidikan. Oleh karenanya, supaya bisa ikut mengajar di SLB di kemudian hari, dengan dukungan keluarga saya berkesempatan menempuh pendidikan di Departemen Pendidikan Luar Biasa, Universitas Negeri Malang. Buat saya, hal ini adalah salah satu keputusan terbaik di hidup saya. Saat ini saya mengajar sebagai guru kelas, dan guru ekstrakurikuler komputer dan musik.”

Bagaimana pengalaman selama menjadi abdi negara? Apakah pernah mengalami kesulitan akses infrastruktur?

“Tentu saja aksesibilitas merupakan hal pasti di SLB, namun secara umum banyak instansi sudah menyediakan sarana prasarana fisik yang cukup baik, seperti guiding block, ram, dan lainnya. Tetapi yang sebenarnya perlu diperhatikan adalah awareness dan pengetahuan setiap instansi pemerintah terhadap isu disabilitas itu sendiri. Salah satu contoh, dalam mengembangkan website, pemerintah perlu memastikan adanya akses pembaca layar dengan kecepatan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, akses-akses khusus untuk berbagai kondisi berbeda seperti buta warna, disleksia, low vision, gangguan motorik, pembesaran teks, dsb. “Saya yakin, untuk masa depan Indonesia Emas 2045 yang inklusif, sekolah adalah jembatannya, akses pendidikan setinggi mungkin bagi semua anak adalah jawabannya”.

Di kesempatan yang lain saya juga melakukan wawancara dengan sejumlah ASN penyandang disabilitas yang bertugas di sejumlah sekolah dan instansi pemerintah daerah, dan berikut rangkumannya:

I Made Sudiarsana (SLBN 2 Denpasar)

Sebuah gambar berisi pakaian, orang, Wajah manusia, senyum Deskripsi dibuat secara otomatis

Sebagai ASN penyandang disabilitas daksa, apakah pernah mengalami kesulitan dalam melakukan tugas kedinasan?

“Sebelum pandemi, saya terbiasa dengan tantangan insfrastruktur fisik saat melakukan tugas. Misalnya harus membawa berkas kepegawaian ke kantor lain tanpa akses yang layak, harus bolak-balik mengurus berkas yang ditolak atau harus dilengkapi, dsb, padahal saya adalah pengguna kursi roda. Namun sekarang semua berubah drastis. Saya sangat bahagia karena bisa mengerjakan semua pekerjaan lewat layar komputer. Luar biasa rasanya menjalankan tugas kedinasan dengan ketersediaan akses yang mendukung.”

“Bagi sebagian orang bisa jadi transformasi birokrasi ke arah digital adalah hal biasa. Namun bagi kami, perubahan ini memberikan dampak yang spektakuler. Akses yang sesuai dan memadai akan mendukung semua ASN dengan kondisi apa pun tanpa kecuali, dalam menjalankan tugas dengan maksimal”

Gusti Ngurah Yuliadi (SLBN 2 Denpasar)

Sebuah gambar berisi orang, Wajah manusia, senyum, pakaian Deskripsi dibuat secara otomatis

Apakah pernah terhalang komunikasi dalam bekerja menggunakan bahasa isyarat/non-verbal?

“Pegawai di SLB sudah terbiasa dan tidak punya kesulitan berkomunikasi dengan saya. Namun, teknik berkomunikasi dengan penyandang tuli belum menjadi pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat secara umum. Banyak orang masih merasa kebingungan bila bertemu dengan penyandang tuli, dan salah dalam memperlakukannya. Seperti berbicara dengan suara keras, berteriak, dsb, padahal bila belum memiliki kemampuan berbahasa isyarat, bisa dengan tulisan, atau bicara perlahan.”

Handry F.O. Manek (BKPSDM Kabupaten Malaka)

Sebuah gambar berisi orang, dalam ruangan, pakaian, suplai kantor Deskripsi dibuat secara otomatis

Bagaimana pengalaman mengikuti seleksi CPNS dengan metode CAT?

“Saat mengikuti seleksi CPNS di tahun 2015, saat itu belum ada kebijakan formasi disabilitas dari pemerintah pusat. Namun sebagai penyandang disabilitas daksa, saat itu tidak ada kesulitan berarti mengingat saya memiliki keterampilan mengoperasikan perangkat komputer dengan cukup baik. Meski demikian, saya yang awalnya tidak menyangka bahwa seleksi CPNS akan terselenggara dengan akuntabel dan transparan, sehingga kini tidak lagi memiliki keraguan.”

Apa harapan bagi manajemen ASN yang lebih inklusif di masa depan?

“Bekerja di BKPSDM yang merupakan mitra kerja BKN, saya yakin manajemen ASN yang inklusif bukan angan-angan semata. Hampir satu dasawarsa bekerja, diskriminasi tidak terjadi dalam perjalanan karir saya. Kinerja dan kompetensi saya diakui secara adil terlepas dari keterbatasan dan kondisi fisik yang saya miliki. Selanjutnya perlu sinergi bahu-membahu yang masif antara instansi pemerintah daerah, BKN, dan tentu saja ASN itu sendiri untuk memastikan layanan kepegawaian dan manajemen ASN secara umum dapat menjadi inklusif. Perlu diatur skema pengelolaan SDM sejak pengusulan formasi hingga pensiun/pemberhentian, dengan regulasi dan kebijakan yang mengatur aksesibilitas untuk ASN penyandang disabilitas”

Dari serangkaian wawancara yang dilakukan tersirat jelas semangat dan motivasi pelayanan publik yang tinggi dari mereka yang tetap ingin menunjukkan kinerja terbaiknya dan memberi andil bagi pembangunan bangsa sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dan tentu saja dengan sejumlah asa aksesbilitas yang semakin inklusif. Jika mereka bisa tentu di banyak ASN yang lain tentu tidak boleh kalah dalam menunjukkan kinerja terbaik dalam berkontribusi membangun bangsa.

Setelah berbincang dengan para ASN penyandang disabilitas, saya menyadari bahwa PR kita masih banyak. Manajemen ASN dengan kompleksitas yang tinggi, proses pelayanan publik dengan berbagai aspek yang terkandung, ketersediaan infrastruktur fisik, disability awareness framework bagi pegawai pemerintah, dan regulasi serta kebijakan yang ramah disabilitas, adalah unsur krusial untuk membangun ekosistem pemerintahan yang inklusif. Namun tentu saja, ketiadaan di masa kini adalah kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang untuk masa depan. It always seems impossible until it’s done, kata Nelson Mandela. Untuk mewujudkan itu, sudah kah kita melihat sekeliling lebih dekat lagi? (Diah).

Terima kasih tak terhingga disampaikan kepada:

  1. Bapak Romanus Seran (Kepala BKPSDM Kabupaten Malaka)

  2. Bapak Handry F.O. Manek (Analis SDM Ahli Muda BKPSDM Kabupaten Malaka)

  3. Ibu Ni Made Santiniwati (Kepala SLBN 1 Klungkung)

  4. Bapak I Gede Santika Yasa (Guru Ahli Pertama SLBN 1 Klungkung)

  5. Ibu Ni Wayan Rapiyanti (Kepala SLBN 2 Denpasar)

  6. Bapak I Made Sudiarsana (Pengelola BMD SLBN 2 Denpasar)

  7. Bapak Gusti Ngurah Yuliadi (Pramu Kebersihan SLBN 2 Denpasar)