I Ketut Buana
Kabid Informasi Kepegawaian Kantor Regional X BKN
Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan elemen vital dalam struktur pemerintahan suatu negara. ASN bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan publik, menyediakan layanan dasar kepada masyarakat, dan memastikan bahwa fungsi-fungsi pemerintahan berjalan secara efisien dan efektif. Keberadaan ASN yang profesional, berintegritas, dan berdedikasi tinggi sangat penting untuk memastikan kualitas pelayanan publik yang optimal, serta untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Menurut Mankikar (2013), “Infant attrition talks about the attrition of employees within first six months of their joining or within the probation period of newly joined employees in an organization” atau pengurangan karyawan dalam enam bulan pertama setelah mereka bergabung atau dalam masa percobaan karyawan yang baru bergabung dalam suatu organisasi. Fenomena ini juga pernah terjadi pada sektor publik khusus Aparatur Sipil Negara, di mana pada tahun 2022 terdapat fenomena banyaknya ASN yang mengundurkan diri pasca kelulusan sebagai CPNS maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat ada 105 orang CPNS 2021 yang mengundurkan diri dari status barunya sebagai calon abdi negara per 20 Mei 2022. Hal yang sama terjadi dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN), sebanyak 442 orang di kategori PPPK telah mengundurkan diri. Terdiri dari 104 orang di kategori PPPK Guru Tahap I mengundurkan diri. Kemudian, PPPK Guru Tahap II sebanyak 280 orang. Serta, PPPK Non Guru tercatat sebanyak 58 orang. Provinsi Jawa Barat mencatatkan jumlah pengunduran diri terbanyak untuk PPPK Guru Tahap I dan Tahap II. Sementara, Provinsi Jawa Timur mencatatkan jumlah terbanyak pengunduran diri PPPK Non Guru. Ada sejumlah alasan pengunduran diri peserta seleksi, salah satunya menyangkut ketidaksesuaian pekerjaan dan penghasilan dengan ekspektasi pelamar (Haryono, 2023).
Public Service Motivation (PSM) adalah konsep yang merujuk pada motivasi yang dimiliki individu untuk melayani kepentingan publik dan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. PSM terdiri dari berbagai komponen, termasuk komitmen terhadap kepentingan publik, empati, dan kepuasan intrinsik yang diperoleh dari pelayanan publik. PSM merupakan faktor penting yang dapat mendorong ASN untuk bekerja dengan dedikasi tinggi, menjaga integritas, dan berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
PEMBAHASAN
Fenomena infant attrition adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tingkat keluar-masuk (turnover) karyawan yang sangat tinggi pada awal masa kerja mereka, biasanya dalam satu tahun pertama. Fenomena ini sering terjadi dalam berbagai organisasi dan memiliki beberapa penyebab utama yang dapat mempengaruhinya. Fenomena infant attraction Aparatur Sipil Negara juga mencakup pengunduran diri seorang ASN bahkan ketika belum bekerja 6 bulan pertama setelah melihat ketidaksesuaian ekspektasi ASN tersebut dengan situasi yang dihadapi ketika sudah menjadi seorang ASN, biasanya ketidaksesuaian penghasilan yang diterima, ketidaksesuaian penempatan atau bisa lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan ekspektasi yang mereka bayangkan sebelumnya.
Fenomena infant attrition diteliti oleh Mankikar (2013), Penelitian ini bertujuan untuk memahami hubungan sebab akibat antara infant attrition dan kepuasan karyawan. Termasuk mengevaluasi hubungan dan dampak perbedaan deskripsi pekerjaan, gaya kepemimpinan organisasi, tekanan dan diskriminasi karyawan terhadap pengurangan karyawan pada masa permulaan. Sampelnya terdiri dari karyawan sektor TI di seluruh India. Kuesioner terstruktur dan wawancara informal digunakan untuk mengumpulkan informasi primer dari responden. Korelasi digunakan untuk membangun hubungan antara berbagai variabel dan atrisi permulaan menggunakan SPSS versi 21. Ditemukan bahwa infant attrition lebih tinggi di antara manajemen entry level yang berada di bawah kelompok usia 40 tahun. Spesifikasi pekerjaan dan profil pekerjaan merupakan hal yang paling penting karena ketidaksesuaian deskripsi pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhinya.
Beberapa penyebab terjadinya fenomena infant attrition di antaranya: (1) Ketidaksesuaian Harapan dan Realitas. Banyak karyawan baru yang memiliki harapan tertentu terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja mereka. Jika harapan ini tidak sesuai dengan realitas, mereka mungkin merasa kecewa dan memilih untuk meninggalkan pekerjaan mereka. (2) Kurangnya Dukungan dan Bimbingan. Karyawan baru sering membutuhkan bimbingan dan dukungan yang cukup untuk beradaptasi dengan pekerjaan baru mereka. Jika organisasi tidak menyediakan pelatihan yang memadai atau sistem pendampingan (mentorship), karyawan mungkin merasa kewalahan dan tidak didukung. (3) Lingkungan Kerja yang Buruk. Lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, seperti konflik dengan rekan kerja atau atasan, kondisi kerja yang tidak nyaman, atau budaya kerja yang tidak mendukung, dapat menyebabkan karyawan baru merasa tidak betah dan memilih untuk pergi. (4) Ketidakjelasan Peran dan Tanggung Jawab. Ketidakjelasan mengenai apa yang diharapkan dari karyawan dalam peran mereka dapat menyebabkan kebingungan dan frustrasi. Karyawan yang tidak memahami tugas dan tanggung jawab mereka dengan jelas mungkin merasa tidak produktif dan tidak puas dengan pekerjaan mereka. (5) Gaji dan Tunjangan yang Tidak Kompetitif. Jika karyawan merasa bahwa mereka tidak diberi kompensasi yang adil dan sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan, mereka mungkin mencari peluang lain yang menawarkan gaji dan tunjangan yang lebih baik. (6) Kurangnya Kesempatan Pengembangan Karier. Karyawan yang merasa bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk berkembang dan maju dalam karier mereka di organisasi tersebut mungkin merasa tidak termotivasi dan mencari pekerjaan di tempat lain yang menawarkan peluang pengembangan karier yang lebih baik.
Sejumlah dampak Infant attrition di antaranya: (1) Tingginya tingkat infant attrition mengakibatkan biaya yang signifikan bagi organisasi dalam hal rekrutmen dan pelatihan karyawan baru. (2) Produktivitas yang Menurun. Seringnya pergantian karyawan baru dapat mengganggu produktivitas tim dan proyek yang sedang berjalan, meningkatnya tingkat absensi, serta berkurangnya inovasi dalam pekerjaan. Pergantian karyawan yang tinggi dapat mempengaruhi moral karyawan yang ada, menyebabkan ketidakstabilan dan ketidakpuasan dalam tim. (3) Sementara dalam Jangka Panjang: tingginya tingkat turnover (pergantian pegawai), biaya pelatihan ulang yang tinggi, dan reputasi organisasi yang menurun. Hal ini juga dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap instansi publik dan layanannya.
Motivasi Pelayanan Publik (PSM) adalah dorongan intrinsik yang memotivasi individu untuk melayani publik dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. PSM merupakan konsep yang mencakup nilai-nilai seperti komitmen terhadap kepentingan umum, belas kasih terhadap orang lain, dan dedikasi untuk tugas-tugas publik. Elemen-elemen Utama dari Motivasi Pelayanan Publik mencakup: (1) Komitmen terhadap Kepentingan Umum:, yaitu keinginan untuk memajukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. (2) Belas Kasih (Compassion): Rasa empati dan keinginan untuk membantu orang lain yang membutuhkan. (3).Tanggung Jawab Sosial: Kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat luas. (4). Motivasi Afirmasi Diri: Kebutuhan untuk merasa bahwa pekerjaan yang dilakukan memiliki makna dan dampak positif.
Relevansi PSM dalam Sektor Publik: (1)Meningkatkan Kinerja dan Efisiensi: Pegawai yang termotivasi secara intrinsik cenderung bekerja lebih keras, lebih inovatif, dan lebih efisien. (2) Meningkatkan Kepuasan Kerja: PSM berhubungan dengan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi, yang berdampak pada retensi pegawai yang lebih baik. (3).Meningkatkan Kepercayaan Publik: Layanan yang diberikan oleh pegawai yang termotivasi cenderung lebih berkualitas, meningkatkan kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap instansi publik. (4).Mengurangi Turnover: Pegawai yang memiliki PSM tinggi cenderung lebih loyal dan kurang mungkin meninggalkan organisasi, mengurangi biaya terkait pergantian pegawai. Penguatan PSM dalam organisasi publik merupakan strategi penting untuk mencegah fenomena "infant attraction". Dengan menciptakan lingkungan kerja yang mendukung, memberikan tujuan yang jelas, dan membangun budaya kerja yang positif, organisasi publik dapat mempertahankan motivasi tinggi di antara pegawai mereka, memastikan kualitas layanan publik yang berkelanjutan.
Hubungan antara "Infant attrition" dan Kinerja Pelayanan Publik Fenomena "infant attrition" terjadi ketika pegawai baru dalam sektor publik menunjukkan semangat dan motivasi tinggi pada awal masa kerja, namun kemudian mengalami penurunan motivasi. Hal ini berdampak langsung pada kinerja pelayanan publik. Penurunan motivasi menyebabkan penurunan produktivitas, peningkatan tingkat absensi, dan penurunan kualitas layanan. Pegawai yang kehilangan motivasi tidak hanya berpengaruh pada efisiensi operasional tetapi juga pada reputasi organisasi dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik.
Analisis Biaya dan Manfaat dari Pencegahan " Infant attrition. Biaya yang terkait dengan fenomena " Infant attrition " meliputi biaya rekrutmen dan pelatihan ulang, penurunan produktivitas, dan penurunan kualitas layanan. Selain itu, ada biaya tidak langsung seperti kerugian reputasi dan kepercayaan publik. Sebaliknya, manfaat dari pencegahan fenomena ini termasuk peningkatan retensi pegawai, peningkatan produktivitas, dan peningkatan kualitas layanan publik. Investasi dalam program penguatan motivasi pelayanan publik dapat menghasilkan pengembalian yang signifikan dalam bentuk efisiensi operasional dan kepuasan publik yang lebih tinggi.
Langkah pertama dalam penguatan motivasi pelayanan publik adalah mengidentifikasi kebutuhan spesifik pegawai dan organisasi. Ini dapat dilakukan melalui survei kepuasan pegawai, wawancara, dan penilaian kinerja. Misalnya, jika pegawai merasa kurang dihargai atau tidak memiliki peluang pengembangan karier, organisasi harus fokus pada program pengakuan dan pelatihan. Program dan Kebijakan yang Dapat Diterapkan untuk Meningkatkan PSM di antaranya: (1) Program Pelatihan dan Pengembangan dengan memberikan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pegawai. (2) Sistem Penghargaan dan Pengakuan dengan menerapkan sistem penghargaan untuk menghargai kontribusi pegawai, seperti pemberian sertifikat atau bonus kinerja. (3) Pengembangan karier dengan menyediakan jalur karier yang jelas dan kesempatan untuk promosi. (4) Lingkungan kerja yang mendukung dengan menciptakan lingkungan kerja yang positif dan kolaboratif. (5). Keseimbangan Kerja dan Kehidupan: Menyediakan fleksibilitas kerja dan dukungan untuk kesejahteraan pegawai.
Pemimpin memainkan peran kunci dalam penguatan motivasi pelayanan publik. Pemimpin yang efektif dapat dilakukan dengan cara: (1) Menjadi teladan dengan menunjukkan komitmen terhadap nilai-nilai pelayanan publik dan menunjukkan integritas dalam setiap tindakan. Kemudian seorang pemimpin memastikan komunikasi yang jelas dan terbuka dengan pegawai, memberikan umpan balik konstruktif, dan mendengarkan masukan. (2) Pemimpin juga dapat memberikan dukungan dan mentoring dengan membimbing pegawai baru dan memberikan dukungan yang diperlukan untuk perkembangan mereka. (3) Pemimpin juga dapat menghargai dan mengakui prestasi pegawai secara teratur untuk menjaga semangat dan motivasi mereka. (4) Pemimpin juga perlu menciptakan visi dan misi yang inspiratif, dengan menyusun visi dan misi organisasi yang menginspirasi pegawai untuk bekerja dengan dedikasi dan semangat tinggi. Dengan menerapkan strategi-strategi ini, organisasi publik dapat mencegah fenomena "Infant attrition ", memastikan pegawai tetap termotivasi, produktif, dan berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik kepada masyarakat.
Implementasi dan Evaluasi
Sejumlah langkah Implementasi Strategi Penguatan PSM dapat dilakukan di antaranya: (1) Assessment awal perlu dilakukan dengan melakukan survei kepuasan kerja dan motivasi di antara pegawai dan mengidentifikasi area-area yang memerlukan perbaikan, seperti pengakuan, pelatihan, dan pengembangan karier. (2) Pengembangan program di antaranya Pelatihan dan Pengembangan dengan menyusun program pelatihan berkelanjutan yang relevan dengan tugas dan tanggung jawab pegawai. (3) Mengembangkan Sistem Penghargaan dan Pengakuan. Melalui pengembangan mekanisme penghargaan yang adil dan transparan, seperti pemberian sertifikat, insentif, atau bonus. (4) Membuat jalur karier yang jelas. Dengan menyediakan jalur karier yang transparan dan memberikan kesempatan bagi pegawai untuk naik jabatan berdasarkan kinerja.
Selanjutnya tahapan implementasi program dengan agenda: meluncurkan program pelatihan dan pengembangan, menerapkan sistem penghargaan dan pengakuan, mengomunikasikan jalur karier yang jelas kepada seluruh pegawai. Setelah diluncurkan maka perlu tahapan komunikasi dan sosialisasi yang intensif dengan cara: menyampaikan tujuan dan manfaat dari program-program ini kepada seluruh pegawai, mendorong keterlibatan aktif dari semua tingkatan manajemen dalam mendukung program. Dalam implementasi juga diperlukan monitoring dan penyesuaian jika diperlukan. Melakukan monitoring secara berkala terhadap pelaksanaan program diperlukan untuk memastikan progres implementasi. Berikutnya menyesuaikan program berdasarkan umpan balik dari pegawai dan hasil evaluasi kinerja.
Evaluasi Efektivitas Program dapat dilakukan dengan beberapa metode di antaranya: Survei Kepuasan Pegawai. Melakukan survei kepuasan kerja secara berkala untuk mengukur perubahan dalam motivasi dan keterlibatan pegawai. Berikutnya penilaian kinerja dengan menggunakan metrik kinerja yang telah ditetapkan untuk mengukur produktivitas dan kualitas layanan sebelum dan setelah implementasi program. Selain itu perlu dilakukan analisis turnover pegawai untuk mengukur tingkat pergantian pegawai untuk melihat apakah ada penurunan setelah implementasi program. Umpan balik langsung juga dibutuhkan untuk mengumpulkan umpan balik dari pegawai melalui wawancara atau diskusi kelompok terfokus untuk mendapatkan perspektif langsung mengenai efektivitas program. Terakhir, analisis data data kinerja dan kepuasan untuk mengidentifikasi tren dan mengukur dampak program penguatan PSM.
PENUTUP
Fenomena " Infant attrition" dapat berdampak negatif pada kinerja dan efektivitas pelayanan publik. Pegawai baru yang kehilangan motivasi setelah periode awal bekerja dapat menyebabkan penurunan produktivitas, kualitas layanan, dan kepercayaan masyarakat terhadap instansi publik. Oleh karena itu, mencegah fenomena ini menjadi sangat penting untuk memastikan pelayanan publik yang berkelanjutan dan berkualitas tinggi.
Public Service Motivation (PSM) adalah elemen kunci dalam memastikan pegawai tetap termotivasi dan berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik kepada masyarakat. Penguatan PSM dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi tingkat pergantian pegawai, dan meningkatkan kualitas serta efisiensi pelayanan publik. Dengan demikian, PSM memainkan peran vital dalam menciptakan organisasi publik yang efektif dan responsif.
Perlu merumuskan kebijakan yang mendukung penguatan PSM melalui program pelatihan, sistem penghargaan, dan pengembangan karier yang jelas. Kebijakan ini harus mencakup alokasi anggaran yang memadai untuk program-program tersebut.
Proaktif dalam mengidentifikasi kebutuhan pegawai, melibatkan mereka dalam perencanaan program, dan memastikan implementasi yang efektif dari kebijakan penguatan PSM.
Pentingnya penguatan motivasi pelayanan publik tidak bisa diremehkan. Selain kompetensi dan kualifikasi kandidat, aspek motivasi pelayanan publik harus menjadi pertimbangan utama dalam seleksi Calon Aparatur Sipil Negara. PSM bukan hanya faktor yang meningkatkan kinerja individu, tetapi juga fondasi untuk menciptakan budaya kerja yang produktif, inovatif, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, investasi dalam penguatan motivasi pelayanan publik adalah investasi dalam masa depan pelayanan publik yang lebih baik dan lebih terpercaya.
Referensi:
Arora Monal. (2006) Industrial Relations, Anurag Jain for Excel Books,143-195
Bhattacharyya Kumar Dipak. (2002) Human Resource Planning, second edition, Anurag Jain for Excel Books, 32-50
Sneha Mankikar. 2013. Infant attrition in Indian IT Sector: An Indication. International Journal of Scientific and Research Publications, Volume 3, Issue 9, September 2013 1 ISSN 2250-3153